CerpenSingkat: Pahlawanku Inspirasiku Cerpen Pahlawanku Inspirasiku. Dok. itu hari Senin dan di dekat awan tampaklah seorang pria berumur senja yang sudah giat bekerja. Namanya Budi. Tinggi badannya 176 cm, berat badannya 78 kg, dan saat ini umurnya sudah memasuki 54 tahun. Kesimpulan. Cerita pendek memiliki tema pahlawan adalah cara yang bagus untuk menginspirasi pikiran Anda. Cerita pendek ini menceritakan tentang Jack, Peter, William, dan Alice, semua pahlawan yang berbeda yang berhasil menyelamatkan kota mereka masing-masing dari serangan penjahat. Ini adalah contoh bagaimana semua orang dapat menjadi pahlawan Aku ingat, ini adalah kotak kue yang dulu pernah aku berikan untuk ibuku. Tepat di hari ibu dan hari ulang tahun ibuku. Aku langsung menuju kalender yang menempel di dinding kamarku. Mataku terus berjalan mencari bulan, kemudian mencari hari. Tampak angka 12. Kurang sepuluh hari adalah hari ibu dan tepat ulang tahun ibuku. Justa Minute: Cerpen "Air Mataku, Ibu": Subuh ramadhan ini terasa membekukan kaki untuk melangkah menuju mesjid.Aku benar-benar tidak melangkahkan kaki menuju mesjid kali i Diikatadanya jumlah suku kata tiap larik atau baris. Diikat adanya sajak atau rima, yaitu persamaan bunyi. Diikat adanya irama atau pertentangan bunyi. Contoh puisi ke prosa. Prosa ialah karya sastra yang berbentuk artikel bebas. Bersifat bebas dengan kata lain prosa tidak terbelenggu dengan aturan-aturan tulisan laksana rima, diksi, irama, dll. Boleh Baca: Cerpen Ibuku Pahlawanku. Rara pun terdiam tanpa kisah. Ia tak bisa menyanggah ucapanku. Kupikir, remaja cantik itu takut salah bicara hingga nanti kiranya aku bakal sakit hati. Padahal tidak! Aku tidak sebaper itu. "Ra, menurutku hadiah untuk Ibunda tercinta itu tidak harus selalu dengan uang, barang, atau perhiasan. 5pJHtwl. Hai Sobat Guru Penyemangat, Setujukah Kamu Jikalau Kukatakan Bahwa Salah Satu Pahlawan Terbaik yang Ada di Dekat Kita Saat Ini Adalah Ayah?Aku rasa kita semua pasti setuju, ya. Ayah, Papa, hingga Abah mungkin tidak ikut berperang melawan penjajah, tapi nyatanya beliau adalah pahlawan pejuang masa depan tidak seperti pemimpin yang banyak bicara daripada kerja, dan Ayah pula tidak seperti orang lain yang enggan menghargai perjuangan Ayah, di sini ingin menyajikan cerpen tentang Ayahku langsung disimak yaCerpen Ayahku Pahlawanku“Nak, kita makan nasi sayur sebentar yuk, di warung makan yang di sebelah sana tuh.”“Ah, enggak mau aku, Yah. Aku enggak lapar, kok. Ayah saja yang ke sana.”“Enggak lapar bagaimana. Hari ini sudah sore, sedangkan sejak pagi tadi kamu belum makan.”Dari sudut pintu warung makan, terlihat seorang saptam dan anak gadis sedang berjalan seraya menatap hidangan. Keduanya mungkin sudah sangat lapar, namun sang anak sedang belajar berasa gadis itu adalah aku. Sedangkan satpam itu adalah Ayahku. Tepatnya satpam honorer yang bekerja mengawasi keamanan minimarket yang tidak jauh dari warung makan.“Mas, berapa harga nasi sayur di sini?”“Enam ribu, Pak.”“Oke, tolong buatkan satu porsi, ya.”“Satu saja, Pak?”“Iya.”Benar. Aku sudah tahu, kok. Ayah pasti memesankan nasi sayur untukku. Padahal aku tahu beliau sejak pagi tadi belum dari dulu memang begitu. Mentang-mentang sudah lama ditinggalkan oleh Ibu ke negeri barzah, beliau begitu pontang-pantingnya menyekolahkanku. Padahal aku bisa minimal aku bisa jadi kurir, atau pelayan di rumah makan. Untuk seorang gadis sepertiku, rasanya tidak terlalu penting harus sekolah tinggi-tinggi. Untuk apa juga coba. Palingan nanti pas udah nikah, kerjaanku cuma di dapur, kasur, dan sumur. Eh, kamar mandi ya kalo sekarang.“Nakdis Ayah, ini nasinya sudah datang. Makan gih!”“Ah, enggak mau, Yah. Masa cuma nasi sayur doang. Minimal nasi telur kek, atau nasi lauk ayam gitu.”“Hemm. Kamu kan tahu sendiri, Nak. Uang Ayah cuma segini. Syukuri saja dulu, mudah-mudahan kedepannya gaji Ayah naik.”Aku sejatinya tidak pilih-pilih soal makan. Sengaja aku menolak, karena jika tidak begitu, Ayahku tidak akan pernah mau makan.“Nak, ayolah, makan. Nanti kamu sakit lho, Ayah yang repot.”“Iya, deh.”Hemm. Ayah sudah memaksaku. Mau apa lagi. Aku makan dua suapan saja rasanya sudah cukup.“Sudah ah. Bumbunya terlalu asin, Yah. Jadi enggak selera makan akunya.”“Masa sih. Coba Ayah makan. Perasaan ini warung nasi padang lho.”Aku sengaja berdusta, karena jika tidak begitu Ayahku tiada bakal mau makan.“Nasinya enak kok, Nak. Sayurnya juga. Mana ada yang keasinan.”“O iya, Yah. Aku mau langsung cari kerja saja ya, Yah. Tadi aku sempat bertanya kepada teman dan melihat brosur. Ternyata uang kuliah sangat mahal. Nilai SMA-ku juga tidak bagus-bagus amat. Jadi tidak ada jalur beasiswa untukku.”“Besar, ya. Memangnya berapa, Nak?”“Biaya semesternya 3 juta/semester, Yah.”Nah, kan. Apa aku bilang! Sontak saja Ayahku tertengun. Beliau bahkan tak sempat mengernyitkan kening tanda berpikir.“Tidak apa-apa, Nak. Ayah sanggup kok! Mulai besok Ayah bakal cari lembur dua kali dalam seminggu. Atasan Ayah baik, kok. Mudah-mudahan dia mau ngasih Ayah kesempatan pekerjaan tambahan.”“Tidak perlu, Ayah. Aku mau cari kerja saja. Minimal aku bisa membantu Ayah dan meringankan beban keluarga.”“Beban keluarga apanya, Nak? Keluarga Ayah saat ini hanya kamu seorang. Tidak ada yang lain lagi, Nak. Ibu sudah lama meninggalkan kita. Biarkan dia bahagia di alam sana. Kita yang harus berjuang.”“Pokoknya aku tidak mau kuliah, Yah. Aku takut berhenti di tengah jalan.”“Ayah yakin, Nak. Kamu pasti bisa menjalani rintangan ini. Ayah mau melihatmu mengenakan topi wisuda, Nak. Jangan hancurkan cita-citamu. Dulu kamu bilang sama Ayah bahwa kamu ingin jadi Dosen, kan? Bagaimana bisa kamu melupakan inginmu yang Ayah dengar nyaris setiap malam.”Benar, Ayah. Aku ingin sekali jadi dosen. Tapi keadaannya sekarang seperti memaksaku untuk membuang cita-cita besar ini takut Ayah kerja terlalu keras lalu sakit. Sudah sejauh ini, dan nyatanya Ayah adalah pahlawanku. Sosok yang menemani sepi, sedih, dan ramaiku. Ayah sudah cukup menderita.“Pokoknya kamu harus kuliah, Nak. Ayah akan langsung lanjut kerja, nih. Kalau perlu, Ayah akan berpuasa setiap dua hari demi membayar uang kuliahmu. Berapa pun harga masa depan, Ayah akan bayar!”Aku sedih. Rasanya hati ini begitu tergores bahkan tercabik-cabik saat aku meratapi keadaan. Entah mengapa dunia ini serasa begitu kejam. Tapi biar sekejam apa pun, aku tetap mencintai Ayahku.“Baik, Yah. Sudah, Ayah makan dulu sampai selesai. Hari ini Ayah tidak perlu lembur. Kita pulang dan istirahat, ya Yah. Aku bakal kuliah kok. Aku bakal menggapai cita-citaku, dan aku bakal membuat Ayah bangga.”Aku tidak lagi bisa menolak. Padahal hati ini begitu ingin untuk menyerah, tapi Ayah selalu saja menguatkanku. Ayah benar-benar berjanji sejak hari ini dan seterusnya bakal melakukan yang terbaik. Aku tidak mau lagi bersemayam di dalam lubung keputusasaan. Aku pasti bisa membuat Ayah bangga.*TAMAT***Nah. Demikianlah sajian Guru Penyemangat tentang cerpen Ayahku Pahlawanku. Mudah-mudahan cerita singkat di atas mampu menginspirasi kita semua, Baca Cerpen Guruku Pahlawanku Hai, Sobat Guru Penyemangat, kira-kira ada berapa banyak nama-nama Pahlawan yang kamu ketahui?Pastinya ada banyak, ya. Dan saking banyaknya nama-nama Pahlawan, kita pun hanya ingat beberapa darinya. Eh, gak gitu juga sih! HahahaDan, sadarkah kita bahwa di era masa kini pahlawan itu ada di mana-mana? banyak pahlawan yang sejatinya ada di dekat kita. Bahkan, mereka mungkin adalah orang yang kita temui, kita sapa, dan kita ajak untuk berbincang-bincang setiap pahlawan itu? Salah satunya adalah guruku, gurumu, dan guru kita semua. Berikut ada cerpen inspiratif tentang Guruku disimak ya SobatCerpen Guruku PahlawankuAku masih ingat kisah penuh emosi di kala itu. Saat di mana aku masih pertama kali mengenakan baju putih merah, berdasi dan bertopi dengan lambang Tut Wuri aku diminta wajib bersepatu hitam tanpa ada sedikit pun putih. Kewajiban itu harus kupenuhi karena akan jadi bukti bahwa aku benar-benar ingin sekolah. Atau, malah datang dengan malu-malu. Aku tidak punya teman, juga tidak punya bekal ijazah Bagaimana lagi, kata Ibuku, “Kamu yang semangat belajar ya, Nak. Ibu takbisa terus membawamu ke ladang yang jauh. Ibu sudah bilang kepada Guru agar kamu jadi anak bawang.”Aku mana mengerti yang namanya anak bawang. Yang kumengerti hanyalah datang ke sekolah bisa dengan jalan kaki, terkadang mendapat uang jajan, serta tidak boleh WIB aku sudah harus tiba di sekolah dan menaruh tas gandeng yang baru saja dibelikan Ayahku dari hasil jualan umurku waktu itu barulah 5 tahun. Kata Ibu, aku tidak perlu masuk TK karena lokasinya jauh di kota. Dengan keadaan yang seadanya seperti ini, bagaimana mungkin Ayahku bisa membiayai ongkos naik angkot desa ke kota jaraknya memang cuma 20 KM dengan ongkos angkot Mungkin bagi orang itu hanyalah angka uang yang kecil, bahkan tidak cukup untuk beli jajanan. Tapi bagiku?Sudah sangat besar.*“Dika, mulai besok Dika duduk di bangku depan di pojok kanan ya. Jangan lupa untuk membawa buku dan pensil.”Mulai detik ini, saban hariku disibukkan dengan aktivitas pergi dan pulang sekolah. Aku tidak pernah lupa untuk membawa buku pelajaran berikut dengan alat tulis. Tapi ada satu hal yang selalu dilupa, yaitu aku lupa bertanya kepada Buru Guru tentang apa itu anak sudahlah. Aku juga tidak terlalu peduli kala itu. Yang penting aku bisa bermain dengan teman, sesekali jajan ketika jam istirahat tiba, dan sepulang sekolah aku bisa membantu Ayah dan Ibuku di bahkan sangat bahagia karena setelah dua bulan bersekolah di SD, aku dibelikan sepeda oleh Ayah. Kata Ayah, sepeda ini boleh aku gunakan untuk kendaraanku menuju sekolah. Soalnya jarak ladang dari sekolahku lebih dari 1 cukup jauh bila ditempuh dengan jalan kaki.*Memasuki bulan keempat, entah mengapa aku di kala itu mulai sadar. Ternyata teman-teman sekelasku semuanya sudah lancar membaca dan mayoritas dari mereka adalah lulusan aku?Membacaku masih mengeja dua-tiga huruf, bahkan aku belum bisa membaca kata. Aku memang selalu menyempatkan diri untuk belajar di rumah, sayangnya kesempatan itu sering kali baru datang malam siang-sore hari aku biasanya membantu kedua orang tua di begitu, semangatku waktu itu tak kian surut. Soalnya Bu Guru begitu perhatian kepadaku. Sebagai seorang guru kelas, beliau dengan sabar mengajariku membaca, berhitung, serta mengulang kembali bacaan hingga menempel di sisi yang sama, semakin bertambah hari aku semakin lancar membaca dan berhitung. Biarpun belum lebih lancar daripada teman-teman, namun setidaknya aku sudah lebih memasuki semester kedua, aku mulai sadar betul mengapa Bu Guru memintaku untuk duduk di bangku paling depan pojok kanan. Karena selain dekat dengan papan tulis, aku juga bisa lebih fokus dalam belajar.*Nyaris dua bulan sudah berlalu sejak hari itu, dan sekarang aku sedang deg-deg-an menanti rapor. Aku sudah yakin bahwa diri ini tidak akan mendapat peringkat, bahkan 10 besar. Tapi entah mengapa, aku begitu setelah menerima rapor, aku pun turut bahagia karena di sana ada keterangan “Naik ke Kelas II”.Namun, pada saat aku ingin keluar kelas, secara tiada sengaja aku melihat Ibuku sedang mengobrol dengan Kepala Sekolah dan Bu Guru kelas terdengar olehku berkali-kali tentang ucapan “Anak Bawang” dan “Jangan Naikkan Anakku”.Seketika itu pula wajahku menjadi mendung. Aku sudah mulai mengerti tentang apa itu maksudnya “Anak Bawang”.Wajar, kok. Wajar bila aku tidak naik kelas. Selain faktor umur, sejak awal masuk kelas Ibuku pun sudah berpesan dan menitipkanku kepada Bu Guru kelas I sebagai anak sudah sangat bisa menerima keputusan begitu, mendungku terus-terusan disapu oleh pembelaan yang dilakukan oleh Bu Guruku. Beliau berkata kepada kepala sekolah dan Ibu bahwa aku layak dinaikkan karena sudah lancar membaca dan Aku tidak mau mendengarkan keberlanjutan kisah itu. Aku pun memilih untuk membeli sepotong coklat di kantin samping sekolah seraya mengembalikan mood yang sedang kelam ini.*Hari ini sudah siang dan aku pun sudah pulang bersama Ibu. Sesaat setelah sampai di rumah, ternyata sudah ada Ayah yang menyambutku dengan sepiring sate daging sapi dan sebungkus buah jeruk.“Lho, Ayah tidak ke ladang?”Ternyata Ayah sudah lama menanti kepulanganku. Beliau pun libur bekerja hari ini karena ingin melihat rapor hasil perkembangan meski sudah tahu bakal tetap duduk di kelas satu, aku pun tetap bahagia. Yang penting aku di hari ini sedikit lebih baik daripada aku yang dulu, khususnya soal berhitung dan membaca.*Sebulan berlalu sejak hari itu dan hari ini adalah hari Senin. Aku sudah bersiap datang ke sekolah, bahkan aku berangkat lebih pagi dengan di sekolah, aku langsung menaruh tas di bangku kelas I yang letaknya di pojok kanan. Aku bersiap menatap hariku seraya berharap agar bisa belajar lebih fokus lagi.“Eh, Dika. Kok kamu malah duduk di sini? Kamu salah kelas!”Tiba-tiba Bu Guru kelas I menegurku. Lho, apa yang salah dengan diriku. Memangnya ada kelas baru! Tanyaku dalam hati.“Dika. Kamu kan sudah kelas II, jadi ruanganmu di sebelah, ya. Nanti wali kelasmu adalah Pak Guru. Dika harus belajar lebih giat pokoknya.”“Lha. Bukannya kemarin kata Ibu, Dika masih anak bawang, Bu?”“Iya, anak bawang yang naik kelas. Dika sudah layak naik kelas kok. Bagaimana bisa Ibu biarkan di kelas ini.”Mendungku hari itu langsung hilang laksana awan tipis yang ditiup oleh angin. Ternyata aku yang kemarin anak bawang sekarang benar-benar telah naik Guru benar-benar pahlawanku, pahlawan yang tulus dan rela mengorbankan waktunya demi mengajariku. Beliau benar-benar sosok pahlawan yang sabar dan senantiasa tulusnya hati ini, aku hanya bisa berucap, “Terima kasih, Guruku”, karena engkaulah Pahlawanku.***TAMATDemikianlah sajian cerpen tentang Guruku Pahlawanku yang bisa Guru Penyemangat sajikan. Semoga bisa menginspirasi, ya. Karena terkadang pahlawan itu ada banyak di dekat BacaCerpen Pahlawan, Bukan Sok PahlawanCerpen Pahlawanku Inspirasiku Ayah Ilustrasi Puisi tentang Ibu Singkat, sumber foto Christian Bowen by tentang ibu singkat adalah puisi yang mengungkapkan tentang betapa besarnya kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Puisi ini juga menggambarkan begitu banyak pengorbanan yang dilakukan oleh ibu dalam membesarkan dan merawat anak-anaknya hingga tumbuh tentang ibu juga bisa digunakan sebagai caption di media sosial agar lebih banyak orang yang menyadari betapa berharganya seorang tentang Ibu SingkatIlustrasi Puisi tentang Ibu Singkat, sumber foto Gaby Orcut by buku Kata-kata Menjumpa Raga oleh Sony Sukmawan 2022, puisi adalah jenis karya sastra yang digunakan sebagai bentuk ungkapan ekspresi atau perasaan tertentu. Adapun inspirasi puisi tentang ibu singkat yaitu sebagai berikut1. Bundaku SayangEngkau selalu ada untukkuMenemaniku dalam suka dan dukaMenemani hari-hari ceriaku,Engkau selalu membimbingkuMengajariku untuk berakhlak muliaEngkau bagai malaikat bagikuEngkau juga sahabat bagikuKetulusan yang ada dalam dirimuMembuat aku bangga pada dirimuJasamu tak akan pernah bisa terbalas olehkuNamun aku akan berusaha menjadi anak kebanggaanmu2. Saat Aku Menutup MataSaat ku menutup mata bundaAku tak ingin mata itu melihat ku dengan penuh airSaat ku menutup mata bundaAku tak ingin hati itu seakan tergoresSaat ku menutup mata bundaAku ingin bibir itu tersenyumAku tidak ingin engkau terlukaMungkin ini adalah lihatan yang sangat bagimuTapi aku tak ingin melihat dengan seakan tak sanggup melepaskankuAku hanya ingin engkau merelakankuDan mengantarkan aku pulang ke rumahku dengan senyumSaat ku menutup mata bundaAku bahagia bisa jadi anakmu3. Kesunyian IbuDahinya adalah jejak sujud yang panjangPerjalanan waktu membekas di pelupuk matanyaDerai air mata di pipinya telah mengeringTanpa sisa, tanpa ada yang mendugaIa memilih jalan sunyi untuk bertanyaHiruk pikuk untuk tersenyum di beranda deritaMenjerit saat lelap berkuasaBerdoa bukan untuk dirinya4. Ibuku PahlawankuKau selalu ada disampingkuKau berjanji akan menemanikuKau telah melahirkanku dengan taruh nyawaPuisi tentang ibu singkat yang disebutkan di atas sangat penuh makna dan bisa digunakan sebagai ungkapan cinta dan kasih sayang yang mendalam untuknya. DLA Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Sore itu masih tampak cerah. Kedatangan senja belum terdengar kabarnya. Tapi kabar sebuah tangisan telah terdengar oleh Tulus. Kayu-kayu bakar yang telah dikumpulkannya dari hutan baru saja ia letakan di belakang rumah. Tulus segera masuk untuk mencari sumber suara di pintu dapur, adik Tulus sedang berdiam diri. Raut wajahnya susah ditebak. Antara kecewa dan sedih. "Kenapa dek?," tanya Tulus. Adiknya masih terdiam. Hanya dari pandangan matanya Tulus mencoba mencari jawaban. Mata itu tertuju pada sosok perempuan setengah tua yang duduk di pojok dapur. Ia adalah Ibu kedua anak itu. Tulus dan adiknya. Barulah Tulus tau, suara tangisan itu keluar dari mulut Ibunya. "Kalaulah ayahmu pulang, tentu Ibu akan belikan kamu mainan," berkata Ibu di sela-sela isak tangisnya. Tulus mulai mengerti akar permasalahan keadaan di dapur rumahnya. Seperti biasa, adik terus meminta mainan yang diinginkannya. Dan Ibu nampak masih belum sanggup membelikannya. Tak salah juga adik Tulus meminta mainan. Diantara anak-anak kampungnya, adik Tulus termasuk anak yang paling terbelakang dalam hal memiliki mainan. Tulus sendiri sering merasa bersalah karena tak sanggup membelikannya. Mengharapkan uang dari Ibu juga agaknya susah. Ibu hanyalah seorang pedagang sarapan dipagi hari. Penghasilannya hanya cukup untuk makan sehari-hari, uang jajan dan sekolah Ibu baru membelikan mainan buat anaknya ketika ayah pulang. Tetapi hampir setahun ayah masih di perantauan. Uang hasil kerjanya pun selama itu tak pernah sampai ke keluarga Tulus. Hal semacam itulah yang nampaknya membuat ibu bersedih. Menangisi keadaan agaknya mengerti kenapa Ibu menangis sampe sebegitunya. Yang pertama karena ibu melihat anaknya bersedih, kedua karena Ibu tak mampu memenuhi keinginan anaknya, dan ketiga karena suaminya sudah lama tak kunjung ada kabar Ibu tetaplah seorang perempuan yang tegar, sabar dan terus bekerja keras. Tegar dalam menghadapi permasalahan, sabar dalam menerima keadaan dan terus bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Ia jarang sekali terlihat mengeluh, meski peluh tak pernah berhenti membasahi tubuhnya. Amat sedikit waktu untuknya menangis, meski berlapis-lapis kebutuhan keluarga ditanggung sendiri. Tak pernah Ibu terlihat putus asa meski asa baginya membahagiakan anak-anaknya peluangnya sedemikian kaulah pahlawan keluarga kami. Lihat Cerpen Selengkapnya Catatan 5 paragraf ibuku pahlawanku ibuku, pahlawanku …Sejauh perjalanan hidup kita, adakah yang lebih berjasa kepada kita selain ibu? Saya tahu, jawaban atas soal ini pasti akan bermacam ragam. Namun saya punya keyakinan bahwa sebagian samudra jawaban atas pertanyaan ini adalah Enggak ADA! Siapapun anda, entah seorang direktur maupun pandai cukur, insinyur maupun tukang sayur, jenderal alias kopral, pengamen atau anggota dewan, guru, dosen, nayaka, kepala negara, apalagi emir atau seorang bandit sekalipun… karuan kamu terlahir berpunca seorang ibu. Karenanya, enggak dapat dipungkiri bahwa ibu yaitu bani adam paling sentral dan monumental privat jiwa dan semangat kita. Rasanya, tidaklah berlebihan seandainya aku sendiri menyebut ibuku sebagai pahlawanku, sampai-sampai tentu melebihi predikat itu. Ibuku yakni pahlawanku, bukan saja karena ia telah melahirkan dan membesarkanku. Lebih dari itu, dia yakni manusia mula-mula yang memberi segala inspirasi. Suka-gundah, terharu-gembira, tangis dan tawa, segala senang dan derita. Bakat, gairah,keringat, usia, cintadan air mata –adalah sebongkah mutiara hidup dengan segala pemaknaan, kepanikan danpengharapan– ditumpahkannya dengan mumbung kerelaan dan kasih perjalanan hidupku, karuan begitu banyak atau bahkan terlalu banyak pengorbanan dan pemberian yang telah dicurahkan ibuku untukku hingga aku tidak akan sanggup menghitungnya. Kalau pun aku harus mengingat dan menamai pengorbanan dan pemberian itu satu per satu, aku berpengharapan, apa yang kuingat dan barang apa yang kusebut karuan jauh kian adv minim mulai sejak daftar pengorbanan dan belas kasih ibuku yang tidak dapat kuingat dan tidak dapat kusebutkan.

cerpen singkat tentang ibuku pahlawanku